PUTRI
AYU BISNIS INDONESIA
Yayasan Putri Ayu yang dipimpin dan didirikannya sejak tahun 1981, menjadi perdebatan nasional. Sampai sekarang pemilihan putri ayu sudah terlaksana 11 kali memperebutkan piala Ibu Tien Suharto. Pemerintah pun seperti tidak keberatan kalau Yayasan Putri Ayu, mengirim pemenang tahun 1991 (gadis keturunan Suku Dayak – Kalimantan) pada acara Miss Universe ke Bangkok. Disamping itu, belakangan ini juga, Dewi Motik berhasil melakukan ekspansi bisnisnya. Dia bekerjasama dengan Departemen Transmigrasi membuka areal seluas 5000 ha di Sumatera Selatan. Di sana mereka membuka lahan PIR yang diperbaharui dengan dana dari Bank Dunia. Kesuksesan lain: tahun 1991, Dewi Motik berhasil merampungkan pembangunan IWAPI berlantai 4 di Kali Pasir, Jakarta, sebagai perwujudan perjuangannya mengembangkan ketrampilan kaum wanita Indonesia. Semua itu dilakukannya demi kesejahteraan kaum hawa itu secara khusus, dan kesejahteraan bangsa secara umum.
Banyak hal yang terjadi pada diri Dewi Motik. Semua itu merupakan hasil dari deposito pengalaman dan perjuangannya bekerja keras sejak masih Remaja. Kesuksesan itu juga, membawa Implikasi tertentu, kasus tuduhan Amerika di atas tadi sebagai salah satu Contohnya. Lepas dari itu semuanya, banyak hal yang perlu dipelajari dari diri seorang wanita Indonesia super aktif ini, setidaknya, sebagai bahan perbandingan bagi Remaja putri khususnya, dan bagi generasi muda umumnya. Sejak umur 14 tahun, Dewi Motik (Sri puspa Dewi Motik) sudah terbiasa mempunyai uang sendiri. Banyak cara yang dilakukannya untuk mendapat uang. Contohnya, main sulap. Ketika beliau masih Sekolah Dasar di Menteng, Jakarta Pusat, bersama teman-teman sebayanya, sangat menggemari main sulap yang dilakukan oleh seseorang Om dekat sekolah mereka. Om pemain sulap itu di mata Dewi Motik, luar biasa. “Sudah disenangi orang dapat duit lagi,” katanya mengenang masa-masa indah itu.
Dewi Motik mendatangi rumah Om itu dan meminta diajari main sulap. Rahasia om itu merubah sapu tangan menjadi kucing, bunga jadi uang, akhirnya dengan mudah diketahui Dewi Motik. Dari permainan sulap ini, Dewi Motik yang lahir 10 Mei 1949 itu, bisa menyenangkan orang sambil mendapat uang. “Orang tua saya tidak melarang main sulap, asal kegiatan saya itu tidak melanggar kaidah agama dan tidak menentang norma masyarakat,” ujarnya. Masa Remaja Dewi Motik penuh dengan kegembiraan dan kebahagiaan. Bukan saja karena orang tuanya termasuk kelas menengah saat itu, tetapi lebih karena apa saja yang dilakukannya tidak mendapat pengawasan yang berlebihan dari orang tua. Keinginannya untuk mengetahui bermacam-macam hal, termasuk main sulap di atas, menyebabkan banyak temannya menyebutkan over acting.
Sejak usia itu, Dewi Motik memang sudah memperlihatkan jiwa kepemimpinan dan kepeloporan di tengah teman-temannya. Ia disenangi karena ia bisa memperjuangkan kepentingan teman-temannya, juga karena ia relatif bisa meminjamkan uang atau mentraktir kawan-kawannya itu. Tidak sedikit yang membencinya, namun alasan membencinya itu, terutama karena Dewi Motik punya banyak kelebihan. Termasuk kelebihannya meraih simpatik banyak teman pria sekelasnya. Seringkali sikap Dewi Motik tidak perduli dengan keadaan, ia melihat laki-laki itu sama saja dengan perempuan, mempunyai otak, punya tenaga, dan berperasaan. Bukan hanya kaum wnita yang sering kalah bersaing dengan dia, tetapi juga teman-teman prianya. Apalagi, Dewi Motik sebagai keturunan orang Palembang, mempunyai kulit putih yang mulus.
Sosoknya yang tinggi semampai disertai dengan geraknya yang menarik dan tidak berkelebihan, menjadikannya pusat perhatian orang setiap kali ia hadir dalam sebuah pertemuan. Kecantikannya semakin lengkap dengan rambut panjangnya yang sampai sekarang dipelihara dengan baik. Itulah sebabnya Ikatan Mahasiswa Jakarta pada tahun 1968, memilih Dewi Motik sebagai Ratu Luwes. Wajar kalau kemudian banyak pria yang dekat dan menjajal kemampuan merebut hatinya. Namun, baginya, sikap teman-teman pria itu merupakan peluang emas yang perlu dimanfaatkan. Lalu, ia menawari mereka melakukan kegiatan-kegiatan yang positif. Tentu saja, banyak di antara mereka yang patuh.
Kendati mereka termasuk keluarga kaya, namun ayahnya ingin melihat anaknya hidup mandiri. Bisa melakukan apa saja yang bersifat positif. Ayah Dewi Motik bernama Basyaruddin Rahman Motik, seorang pengusaha ekspor impor yang terkenal di zamannya. Ia tidak melarang Dewi Motik mencari duit. Ia sangat mendukung segala macam kegiatan Dewi Motik asal berkaitan dengan kemajuan dan kemandirian. Praktek semacam inilah yang banyak memberi warna pada diri Dewi Motik, anak ke-4 dari 9 bersaudara itu. Ketika Dewi Motik belajar Bahasa Inggris di Kedutaan Perancis, ayahnya senang sekali. Itulah kelebihan Dewi Motik, di masa remajanya, mampu bicara dalam bahasa Inggris, Walau pengucapannya masih banyak yang salah.
Belajar dari sikap ayahnya itu, Dewi Motik tidak setuju pada orang tua yang melarang anaknya cari duit. “Apa salahnya, sambil Sekolah, juga mencari uang?” Menurut Dewi Motik, anak-anak akan berkembang cepat apabila bidang yang dipilihnya itu sangat disenangi. Ia menyarankan, orang tua sebaiknya memilih bidang kegiatan yang juga disenangi anak-anak mereka. Tatkala Dewi Motik berumur 17 tahun, ia mendapat kiriman majalah Remaja “Seventeen” dari kakaknya (Kemala Motik) yang lagi belajar di Amerika Serikat. Dalam majalah itu, Dewi Motik melihat satu disain sepatu yang sangat menarik. Timbul ide untuk membuatnya, lalu, ia pun mencari tukang sepatu. Kebetulan di belakang gedung SMA-nya (SMA Teladan Setia Budi) ada tukang sepatu. Setelah mengetahui berapa biaya yang diperlukan. Dewi Motik mengambil tabungannya dan memberi modal kepada tukang sepatu itu. Dengan modal Ro. 2.500 sepasang, Dewi Motik sukses menjual puluhan sepatu itu kepada teman-temannya dengan harga Rp. 5.000 sepasang. Ia gembira, karena disain yang dipilihnya disenangi teman-teman SMA-nya. Ia bangga karena perhitungannya tepat dan mendapat untung yang lumayan pula.
Di rumah, Dewi Motik suka membantu ibunya memasak. Mereka memasak kue bersama. Ibu Dewi Motik sering ketemu dengan istri-istri pegawai kedutaan, terutama kedutaan Amerika Serikat. Dari ibu-ibu itu, Ibu Dewi Motik mendapatkan pengalaman dan juga mendapat sebagian bahan-bahan kue yang enak. Suatu ketika, orang Kedutaan minta dibuatkan kue yang enak, Dewi Motik memanfaatkan kesempatan itu. Setelah mendapat modal, ia pun membuatnya. Hasilnya Dewi Motik mendapat uang. Ibunya tidak marah. Kegiatan masak memasak ini dilakukannya terus menerus. Ini pula yang menyebabkan Dewi Motik terpilih sebagai Ketua Sub Konsorsium Usaha Jasa Boga dan Memasak Depdikbud (1984 – 1987 ; 1987 – 1990). Selanjutnya, pada tahun yang hampir bersamaan Dewi Motik terpilih sebagai Ketua Umum Ikatan Ahli Boga Indonesia Pusat (1987 – 1999). Kebiasaan Dewi Motik untuk bekerja dan mencari uang sendiri, terus berkembang. Ketika pekan raya Jakarta yang kedua, ia menjadi penjaga salah satu stan di pekan raya itu. Orang tuanya membolehkannya.
Pada tahun 1970, Dewi Motik mulai kuliah di IKIP Rawamangun. Ia memilih jurusan pendidikan, karena baginya profesi guru itu adalah profesi yang mulia. Apalagi ayahnya pernah menjadi guru di Taman Siswa. Saat itu guru sangat terhormat di masa masyarakat. Di kampusnya, kebiasaan Dewi Motik tak pernah ketinggalan. Ia menjual kue dan sepatu kepada penghuni dan pengunjung kampus. Setelah menyelesaikan sarjana mudanya, Dewi Motik memperdalam ilmunya ke Amerika Serikat. Ia mengambil
Teman-temannya se-asrama sangat suka dan ingin mendapatkan hadiah-hadiah itu. Dibeli dengan harga berapa pun mereka mau. Keinginan orang-orang Bule itu merupakan peluang bagi Dewi Motik. Otaknya mulai berputar. Dia jalan-jalan ke toko-toko yang menjual barang-barang asal Asia yang mirip perhiasan dari Indonesia. Ia melihat di tempat penjualan souvenir Philipina dan Thailand, banyak yang mirip. Dewi Motik membeli barang-barang itu, lalu merubah bentuknya sedikit sehingga mirip dari Indonesia, lalu di jualnya kepada para bule-bule yang “gila” perhiasan Indonesia itu.
Di kampusnya ia buka pameran barang-barang perhiasan. Disebutnya “Oriental Bazar” . Pengunjungnya membludak, order banyak yang masuk. Acara itu sangat sukses. Dari pameran dan bazaar ini Dewi Motik tentu saja mendapatkan banyak uang.
Ketika musim libur tiba. Dewi Motik mencari kesibukannya, dia menjadi pelayan di salah satu keluarga di Amerika Serikat. Ia ingin merasakan bagaimana caranya menjadi pelayan itu. Seumur-umur ia selalu ditemani pembantu. Sekali-sekali ada keinginannya merasakan bagaimana menjadi pelayan. Ia bekerja sebagai baby sitter di salah satu keluarga di sana.
Disamping itu Dewi Motik juga pernah menjadi waitress di Howard Johson Restoran. Di situ ia mendapatkan pengalaman bagaimana cara orang Amerika menyiapkan makanan. Makanan apa yang sangat mereka gemari, menjadi pengalaman berharga buat Dewi Motik. Lebih dari itu, ia juga mendapat duit. Dengan duit itu, liburan ke Eropa (sesuai anggaran dari Ayahnya), bisa diperpanjang sampai ke Mexico. Ketika ayahnya tahu hal itu, ayahnya tentu saja kaget.
Ada cerita menarik ketika Dewi Motik menjadi pekerja sebagai waitress di Howard Johnson Restoran itu. Ia tidak memiliki Social Security Number (SSN). Mendapatkan itu harus ditest lebih dahulu. Dewi Motik malas mengikuti prosedur itu karena masih diperlukan biaya dan juga belum tentu lulus. Dengan modal postur tubuhnya yang tinggi dan warna kulitnya yang putih ia mencoba membaur di barisan orang-orang
Dewi Motik sempat 4 tahun di AS, ia menimba banyak ilmu di
Tahun 1974-1975, Dewi Motik menjadi agen semen. Untuk mengambil semennya, ia mondar mandir menjumpai Pak Onggok dari PT Ratu Salju ke Pluit. Denga pakaian blue jeans dan mengendarai mobil pick up, Dewi Motik masuk ke daerah penjualan semen yang asal
Dalam kegiatannya sebagai
pedagang itu, Dewi Motik masih menyempatkan dirinya ikut kegiatan persatuan
Wanita Indonesia. Juga ikut kadin. Ayahnya kemudian meninggalkan bisnis
ekspor-impor, berpindah ke bisnis sewa menyewa rumah. Sehingga Dewi Motik mesti
lebih konsentrasi pada bidang eksport-impor itu.
Rupanya kegiatan di atas belum cukup buat Dewi Motik, ia
juga menyisihkan waktunya untuk mengajar di lembaga pendidikan milik Ikaran
Sarjana Wanita Indonesia. Belakangan, di beberapa tempat lain ia juga mengajar.
“Sayang kalau ilmu ini tidak dibagi-bagi buat orang lain,” ujarnya.
Dampak dari pikiran dan sikapnya itu. Dewi Motik diminta
sebagai pembicara dibanyak forum. Ratusan kali ia menjadi pembicara di berbagai
seminar. Ia biasanya mengulas masalah kewiraswastaan, kemandirian, etika
berbusana, dll. Bahkan pernah sekali ia diminta oleh Kedutaan Belanda untuk
menghadiri seminar di Curasao, Amerika latin, bekas jajahan Belanda. Mereka
berangkat kesana selama 36 jam perjalanan. Capek sekali. Tiba di Curasao pukul
lima pagi waktu setempat.
Sehubungan dengan penampilan Dewi Motik di berbagai forum
sebagai speaker, mengharuskan ia memakai pakaian dengan model-model menarik dan
maju. Akibatnya ia jadi panutan. Sebelum itu, pada tahun 1974, Dewi Motik
pernah dinobatkan sebagai Top Model of
The Year oleh sebuah Yayasan pengembangan mode.
Tahun 1976, Dewi Motik bersama kakaknya Kemala Motik,
melakukan sebuah terobosan yang sangat penting bagi kaumnya. Mereka mendirikan
wadah bagi pengusaha wanita. Mereka sebut Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia
(IWAPI). Melalui lembaga ini, mereka ingin menjalin kerjasama antara sesama
pengusaha wanita Indonesia. Di samping itu, mereka juga mencoba meningkatkan
ketrampilan mereka sebagai pengusaha, sambil mengajak lebih banyak lagi wanita
lainnya untuk bekerja dan mencari nafkah serta berusaha memperluas kesempatan
kerja bagi orang lain.
Kesibukannya sebagai pengusaha, keaktifannya sebagai
pengajar, dan tugasnya sebagai pimpinan organisasi, mengharuskan Dewi Motik
selalu berusaha mempersiapkan sesuatu sebelum acara atau peristiwa terjadi.
Mulailah ia terbiasa membuat skedul kerja, membuat rencana kerja, membuat
tulisan makalah dan penjelasan tertulis. Kebiasaan baru ini, mengantar beliau
untuk menjadi seorang penulis. Maka dari tangannya, keluarlah sebuah karya
tulis. Yang pertama; Cintaku Tuhanku (kumpulan
sajak). Kedua, Yang sopan yang santun.
Etika berbusana dan pergaulan pada umumnya, adalah bukunya yang ketiga.
Ia mengaku bahwa rampungya tulisan itu, sangat dibantu
oleh dua rekan wartawati, Titi Juliasih dari Mutiara dan Mary Zein dari Kompas.
Baginya, wartawan sangat bermakna. Ia adalah ibarat ajinomoto dalam makanan
kita. Tanpa wartawan dengan karya-karya tulis mereka rasanya kehidupan belum
pas. Atas komentarnya, ia mendapat kiriman 1 karung ajinomoto. Dewi Motik masih
mampu menyisihkan waktunya untuk menulis di banyak media, di Pelita, Surabaya
Post, Famili, Femina dan beberapa media lainnya.
Aktivitasnya sebagai pengusaha, sebagai guru dan
penceramah, aktifis organisasi, penulis buku dan kolumnis beberapa media,
menyebabkan Dewi Motik dikenal secara luas oleh seluruh lapisan masyarakat.
Beberapa tahun kemudian, sebuah lembaga menobatkannya sebagai Wania Karir Ideal
tahun 1977. Empat tahun sesudah itu, ia dinobatkan sebagai wanita popular.
Kesenangannya memakai busana yang baik dan sopan setiap hari, mendorong dia
menulis etika berbusana di atas, dan karena kegiatan itu pula ia terpilih
sebagai wanita berbusana terbaik tahun 1983. Enam tahun sesudah itu. Dewi Motik
terpilih sebagai wanita executive berbusana
terbaik.
Dewi Motik amat menjaga tata kesopanan, ia tahan kerja
keras dari pagi hari sampai tengah malam. Kalau sudah capek, ia juga bisa tidur
dimana saja, sepanjang tidak mengganggu situasi. Ia mengaku bisa tidur pulas
bila sedang dalam penerbangan dari Amsterdam-Singapur.
Kini, ia bersama suaminya tercinta sangat bahagia dengan
dua putera puteri mereka. Anak pertama bernama Moza kelas III SMA sedang anak
yang kedua adalah Adimza kelas I SMP Al Azhar. Suaminya, Pramono Soekasno,
dikenalnya sejak mereka masih SMA, lewat acara Pesta Dansa Barata. Pria kekar
turunan Solo itu bekerja di Pertamina. Mereka pacaran selama 9 tahun dan
akhirnya kawin 9 Mei 1975.
Tahun 1977, Dewi Motik
menjadi Ketua Iwapi Jaya. Kiatnya memimpin wanita pengusaha di DKI adalah
dengan pendekatan kebawah. Kalau ada pengurus dan anggota yang sakit. Dewi
Motik mengajak yang lain untuk membesuk. Demikian juga kalau ada acara pribadi
pengurus dan anggota, yang lain mesti datang. Pendekatan selanjutnya adalah
melakukan rapat di rumah atau di tempat usaha pengurus atau anggota. Hal ini
penting, yang di datangi mendapat kehormatan karena orang datang ke rumahnya
atau ke tempat usahanya. Pengurus langsung mendapat laporan tentang perkembangan
dan kelemahan usaha anggotanya. Keuntungan lain: biaya pertemuan tidak masuk
beban organisasi.
Pada umurnya yang ke 33, tahun 1982. Dewi Motik terpilih
sebagai Ketua Umum IWAPI. Dalam memimpin organisasi, ia tidak suka marah, tapi
sangat sedih kalau generasi muda itu tidak mau belajar dan sukanya santai saja.
Banyak generasi muda di mata Dewi Motik agak kurang memberi perhatian untuk
merancang masa depan mereka.
Sebagai contoh, ia sedih pada generasi muda yang bekerja
sebagai pemborong gedung IWAPI berlantai 4 itu. Gedung bernilai 750 juta itu
tidak dikerjakan dengan baik. Tehelnya nggak lurus, plafonnya juga banyak yang
bengkok. Sudut-sudut betonnya terlihat kurang rapi, catnya tidak merata.
“Padahal gedung ini merupakan pusat kegiatan IWAPI, pusat
pendidikan dan latihan IWAPI, juga tempat beroperasi koperasi IWAPI. Kalau
mereka tidak sukses mengerjakan gedung ini, bagaimana orang lain bisa
mempercayakan mereka membangun gedung baru lagi,” tambah Dewi Motik agak emosi.
Setelah tamat dari IKIP tahun 1985, Dewi Motik langsung
ambil S2 tahun 1988 ia terpilih sebagai Wakil Ketua Umum Kadin Pusat. Dia
satu-satunya wanita disitu. Ia tidak merasa risih, karena baginya pria atau
wanita sama saja. Nilai ini juga berlaku dalam keluarga mereka, posisi
laki-laki sama dengan wanita. Tokoh wanita yang jadi idolanya tidak ada. Yang
ia kagumi hanya Nabi Muhammad. Kalau pun ada tokoh Kartini, kehebatannya
sebetulnya hanya pada penalarannya, ujar Dewi Motik. Menurutnya, Kartini
mempunyai kelebihan untuk memprediksi apa yang akan terjadi jauh ke depan,
seperti Alvin Tofler si peramal
dari Amerika Serikat itu.
Peristiwa penting dalam sejarah kewiraswastaan Dewi
Motik, terjadi tatkala Rombongan Delegasi Perdagangan Indonesia berangkat ke
Eropa. Dalam rombongan yang dipimpin oleh Menteri Prof. Dr. Soemarlin, Dewi
Motik ikut melihat pabrik garment di kota Manchester, Inggris. Ia melihat
bahan pabrik garmen seperti itu bisa
juga dibuat di Indonesia. Sekembalinya dari sana ia langsung membangun pabrik
garment di tanah mereka yang kosong di Pulo Gadung (1981), PT Arrish Rulan.
Perusahaan yang memproduksi jeans dan
jacket ini berdiri di atas tanah seluas 5.000 m2,
mempekerjakan karyawan 700 orang.
Tujuh tahun kemudian ia juga bersama keluarganya yang
lain membangun pabrik garment yang kedua di Tanjung Priok (PT Fauzi Dewi
Motik). PT ini memiliki karyawan 300 orang. Bangunannya adalah gudang yang
tidak dimanfaatkan sebelumnya. Luas tanahnya 5000 m2.
Atas kegiatan usahanya itu, dibarengi dengan keaktifannya
sebagai pembicara di berbagai forum, dan tulisan-tulisannya. Presiden RI
Jenderal (purn) Soeharto, atas nama pemerintah menyerahkan penghargaan kepada
Dewi Motik sebagai “Orang Muda Yang Berkarya”. Tepat pada Upacara puncak HUT
Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1988 di Balai Sidang Jakarta.
Makin banyak usahanya, makin intensif kegiatannya, ia
juga mendapat untung yang semakin banyak, tapi ia merasa ada yang belum beres.
Ia berpikir kurang bagus kalau hanya menerima saja, sebaiknya memberi juga
diintensifkan. Lalu, pada HUT yang ke 40 tahun 1989, Dewi Motik mendirikan De
Mono. Sebuah lembaga pendidikan ketrampilan dan kewiraswastaan yang komplit.
Bersama Arleen Djohan wirawan, SH menyiapkan semua
keperluan sekolah itu. Tepat hari ulang tahunnya, 10 mei 1989, Gedung De Mono
yang berlantai IV itu diresmikan oleh Menteri Perdagangan RI, DR Arifin
Siregar. Saat itu banyak pengusaha terkenal hadir, seperti Bob
Sadiro, dll. Artis juga banyak yang
hadir, acaranya sendiri dipandu Koes Hendratmo. Tentu saja, sebagian besar
pengurus IWAPI datang.
Mata pelajaran pada lembaga pendidikan ini antara lain:
kerja praktek dalam merintis pembukaan usaha di bidang perdagangan dan ekonomi,
kepemimpinan, kewiraswastaan, pemasaran, perpajakan, perbankan, psikologi, dll.
Mata pelajaran itu, diteruskan acara tatap muka dengan pengusaha nasional
terkemuka dan pimpinan bank-bank pemerintah dan swasta.
Nama De Mono adalah singkatan dari namanya dan nama
suaminya. De-wi Motik dan Pra-mono. Dan istilah De Mono ini adalah nama Dewi
Motik dalam surat cintanya setiap kali mengirim kepada mantan pacarnya Pramono
puluhan tahun yang lalu.
Ide pendirian De Mono pada awalnya timbul karena
sebelumnya Dewi Motik sering mendapat surat cinta. Banyak sarjana yang minta
pekerjaan padanya. Bahkan banyak orang tua yang suka nitip anaknya dicarikan
pekerjaan. Awalnya senang bisa bantu cari kerja. “Namun lama-lama nggak enak
lagi, kewalahan,” uangkapnya kesal.
Dewi Motik pernah memberi
ceramah di tengah-tengah 200 sarjana pengangguran. “Saat itu saya tergerak
untuk mencari pekerjaan buat mereka, tapi pekerjaan apa, dan mereka bisa apa?”
gumam Dewi Motik dalam hati. Di Iwapi punya pengalaman mendidik ibu-ibu untuk
menjadi pengusaha kecil. “Kalau ibu-ibu RT saja bisa, masa sih sarjana tak
bisa?” bisik Dewi Motik memperkuat sikapnya mendirikan sekolah kewiraswastaan.
De Mono kini telah melepaskan hampir 1000 orang
alumninya. Sebagian besar telah berhasil pula membuka usahanya. Mereka sering mengundang Dewi Motik untuk meresmikan
pembukaan usaha mereka itu. “Adalah kebahagiaan tersendiri bagi saya ketika
saya sedang meresmikan usaha rintisan alumni De mono,” ungkap Dewi Motik penuh
kebanggan.
Kunci untuk bisa sukses sebagai seorang wiraswasta
menurut Dewi Motik, harus mampu merubah mental lebih dulu. Sesudah itu, berani
mengambil risiko. Lalu, risiko itu diperkecil. Untuk itu, secara terus menerus
harus mencari peluang, dan Action
“Bila pipi kiri benjol, kasih pipi kanan. Kalau sudah lihat tembok jangan
benturkan kepala. Kalau juga mau, itu namanya goblok,” ujar Dewi Motik. Memulai
sesuatu dengan positivie thinking dan mempunyai keyakinan sukses adalah
nilai-nilai yang selalu diajarkan Dewi Motik kepada anak didiknya.
Akhir September 1991 yang lalu, Dewi Motik diminta oleh
Panitia Peringatan HUT HP PLSM yang ke XIV untuk berbicara di depan para
pimpinan PLSM di Gedung YTKI. Menurut Dewi Motik, inti kewiraswastaan ada dua.
Pertama, harus mempunyai jati diri, yakin akan kemampuan sendiri, tahu ke arah
mana mau dituju, tidak malas, tidak cepat marah, dan kerja keras. Kedua,
inovasi/kreatif, harus berani memulai, mampu menghasilkan yang baru.
Kalau sudah memiliki kedua inti kewiraswastaan itu, kata
Dewi Motik dalam ceramahnya yang dimoderatori oleh Ketua Umum HP PLSM itu, maka
turutilah pedoman di bawah ini. Buatlah program yang sederhana, praktis dan
jelas. Persiapkan semua strategi dan kiat-kiat. Action secepatnya. Jangan lupa
kerjasama dengan orang lain. Sekali-sekali jadi anak buah, mau mendengar orang
lain. Learning by doing.
Antisipasi semua gejala perubahan, jangan statis. Disiplin diri, konsisten.
Untuk memecahkan masalah, berfikirlah secara bergantian dari mikro ke makro
atau sebaliknya.
Dalam perjalanan hidupnya. Dewi Motik selalu merasakan
kesenangan dan kesedihan silih berganti. “Itulah kehidupan,” katanya. Ia
mengaku banyak sekali problem
yang ia jumpai sehari-hari. Ia selalu mengambil sikap tenang. Lalu berfikir
mencari pemecahan yang paling baik. Tapi sehebat-hebatnya risiko yang ia hadapi
ia tak pernah gentar, ia hanya takut sama Tuhan.
Ketika ia masih SD, secara terpaksa ia harus membawa
jenazah yang berdarah-darah. Karena familinya itu mati dalam kecelakaan
perjalanan semobil dengannya. Ia hadapi situasi itu, dan ia sendiri lolos dari
musibah itu. Pengalaman yang cukup mencekam itu sangat membekas dalam
ingatannya. Dalam situasi apa saja dan dimana saja, sesuatu yang fatal bisa
terjadi pada diri kita, katanya. “Yang iri, yang benci, yang marah dan yang
ingin mencelakakan kita kemungkinan ada, tapi kalau kita sudah menyerahkan diri
kepada Tuhan, mengapa kita mesti takut?” tanya Dewi Motik. Toh kehidupan kita,
kemampuan kita ini, adalah pinjaman dari Tuhan, ungkap Dewi Motik agar
berkhotbah. “Kalau ada masalah, segera lapor Tuhan dan cepat mengambil
keputusan, itulah kebiasaan yang baik,” ujarnya.
Dua tahun lalu, kuota ekspor garment dilarang masuk AS,
ia menderita kerugian. Lalu bersama pengusaha garment lainnya mereka
bekerjasama dengan pemerintah mencari pemecahannya. Sekarang sudah tak ada
masalah kuota lagi. “Untuk meraih sukses, kita harus kreatif, lalu menyusun
konsep sederhana dan praktis, terus action,” ujar Dewi Motik mengungkapkan kitanya mencapai keberhasilan. “Jangan bikin ruwet,
capek, jangan lama-lama, peluang bisa hilang,” pesannya kepada orang yang
menanyakan apa yang dibutuhkan untuk memulai berusaha.
Peristiwa yang baru menghadangnya, adalah terbitnya post
card dengan kata-kata yang sangat merugikan dirinya. Fotonya ditaruh di post card itu, dituduh sebagai anti
kenaikan upah buruh oleh seorang Amerika. Menghadapi ini, Dewi Motik mengambil
sikap tenang. Sebab, ia sendiri tidak paham apa maksud orang Amerika itu.
Apakah ini persoalan politik global atau persoalan pribadi, tak jelas. Sampai
sekarang, Dewi Motik belum bisa mengetahui apa tujuan pembuatan post card itu,
dan siapa yang merekayasanya. Banyak pihak yang menganjurkannya ke pengadilan.
Namun, Dewi Motik masih mengambil sikap tenang. “Ini bukan peluang bisnis, jadi
tidak perlu actionnya cepat,” ujarnya memberi keterangan.
Akhirnya ia membawa persoalan itu ke pengadilan setelah
dipikirkan secara matang. Banyak pejabat mau berdiri di belakangnya namun,
karena si Amerikanya minta maaf, Dewi Motik merencanakan pembatalan tuntutan
itu. “Orang yang minta maaf perlu dimaafkan,” kata Dewi Motik sambil mengutip
ucapan seorang nabi.
Satu-satunya yang paling membahagiaan dalam hidup Dewi
Motik adalah melahirkan anak. “Itulah puncak kebahagiaan yang pernah saya
rasakan,” ujarnya. Dewi Motik adalah pribadi yang suka pragmatis, senang
yang praktis. Ia kini sedang menggeluti S2 Program Strategi di UI. Dalam
kaitannya sebagai praktisi ia berkeinginan mempelajari konsep-konsep yang
praktis. Perang gerilya misalnya sebuah konsep keilmuan di bidang militer yang
sangat praktis, tidak terlalu teoritis. Sering melakukan Hit and Run.
Teman-temannya kuliah, berpangkat Letkol dan Kolonel dari angkatan bersenjata.
Tak usah heran kalau kini Dewi Motik bergelut dengan buku-buku Mao Tse Tung, Buku Pak Nasution
tentang Perang Gerilya.
Prinsip Dewi Motik, kalau melihat orang lain punya
kelebihan jangan iri. “Kita harus belajar untuk bisa mendapatkan; seperti yang
mereka dapatkan. Sistem pendidikan di departemen Hankam
misalnya, memberi hasil yang baik. Mayoritas
pimpinan terbaik bangsa ini lahir dari pendidikan militer. Kita jangan iri.
Kita buat yang sama, kita kerja keras dan tingkatkan disiplin,” ujarnya.
Pernyataan Dewi Motik memang ada benarnya. Kalau diperhatikan, sistem
rekruitmen kepemimpinan nasional, memang banyak muncul dari kalangan militer.
Kelebihan mereka antara lain, tidak neko-neko, mampu berpikir sistematis, punya
visi, daya tahan fisik cukup kuat, dan memiliki sense of joke (rasa humor). Hari-hari Dewi Motik yang penuh
dengan kesibukan itu, selalu diawali dengan baca koran di pagi hari. “Saya
gelisah kalau tak baca koran di pagi hari,” ujarnya. Hobby lain: nonton TV dan
berenang. Kalau musim libur, Dewi Motik sekeluarga sering berlibur ke luar
negeri. Bila ada rapat atau konferensi di Bali misalnya, Dewi Motik juga sering
mengajak keluarga ke sana, sekalian liburan.
Dewi Motik mengaku suaminya cukup pengertian. Baginya,
sesibuk-sibuk istri, bila selalu menghargai suami dan memberi pengertian, tidak
akan ada masalah. Kendati demikian, tokoh wanita yang paling sering muncul di
media massa itu, mengungkapkan: tidak ada suami istri yang cocok 100%.
Antara segala macam kegiatan dengan masalah keluarga, sering
bertolak belakang. Kadangkala, setiap orang diharuskan untuk menentukan
pilihan. Bila kenyataan yang sama ditemui Dewi Motik dalam kehidupannya
sehari-hari, ia melakukan dengan skala prioritas. Sebagai contoh, ketika ada
pertemuan penting di kantornya, padahal, pada saat yang sama ibunya dikabarkan
sakit, dan akan dioperasi, aktivis Muhammadiyah ini harus memilih meninggalkan
pertemuan penting menyangkut kariernya itu. Sebab, posisi orang tua baginya
adalah segala-galanya. Sedangkan pertemuan tadi masih bisa terulang, atau
resikonya tidak separah kalau ia tidak membesuk ibunya.
Sebaliknya, ketika anaknya sakit, padahal ia harus
memimpin delegasi Indonesia yang menghadiri pertemuan pengusaha wanita di
India, Dewi Motik memilih Berangkat ke pertemuan yang dibuka oleh Perdana
Menteri India, Almarhum Indira Gandhi itu.
Bukan karena tega atau tidak sayang anak, tapi hal ini didiskusikan dulu dengan
suaminya, setelah setuju ia lalu pergi menunaikan tugas negara dalam memperluas
cakrawala pengusaha wanita Indonesia itu.
Alasan Dewi Motik kenapa menekuni dunia pendidikan –
mengajar, berceramah, menulis – dan dunia wiraswasta, karena Bangsa Indonesia
sangat tertinggal bila dibanding dengan negara maju, dalam berbagai bidang,
“Persaingan semakin ketat, dunia pengetahuan dan teknologi berkembang dengan
pesatnya. Kita harus berlari semakin cepat,” ujarnya.
Caranya menurut Dewi Motik: pendidikan ditingkatkan dan
harus dibuat gratis, agar strata pendidikan masyarakat kita relatif merata.
Akhirnya mereka bisa mencari nafkah sendiri tanpa harus menyandang gelar
pengangguran lebih dulu, tambahnya. Untuk mengatasi pengangguran, katanya,
sekaligus meningkatkan pertumbuhan ekonomi, dunia wiraswasta harus digiatkan
terus menerus. Rakyat mesti dianjurkan menciptakan lapangan kerja bagi dirinya
sendiri dan bagi orang lain, tambah Dewi Motik. Menurutnya, membangun
perekonomian dari sebuah bangsa lebih baik dimulai dari yang kecil, lalu
didorong menjadi yang besar. Itu semua, lanjut Dewi Motik, sangat tergantung
pada political will pemerintah.
Dewi Motik mengambil contoh AS dan Jepang, mereka itu
sangat berkepentingan membantu pengusaha kecil mereka, baik bantuan modal,
perlindungan hukum dan berbagai insentif lainnya. Dewi Motik mengaku bahwa
Indonesia mempunyai kebijakan yang sama, Kredit Usaha Kecil (KUK) misalnya,
namun hal itu, harus ada perbaikan dan konsistensinya.
Terpilihnya Indonesia sebagai Pelaksana Konferensi
Tingkat Tinggi negara-negara Non Blok,
menurut Dewi Motik merupakan pertanda bahwa Indonesia termasuk negara
aman di Asia Tenggara. Katanya: itu adalah peluang, sebab banyak negara luar
tidak begitu kenal Indonesia, boro-boro mau berinvestasi. Setiap investasi
memerlukan perencanaan menyeluruh, selain faktor keamanan di atas, potensi
sumber daya alam, pasar, tenaga kerja, dll juga perlu diperhatikan. “Tenaga
kerja atau buruh adalah merupakan kekuatan dari sebuah badan usaha atau
industri,” ujar Dewi Motik. Karena itu, lanjutnya, buruh harus diberi perhatian
seperlunya, kalau tidak perusahaan tempat buruh itu bekerja bisa rusak
programnya.
Dewi Motik memang luar biasa sibuk. Dalam kapasitasnya,
sebagai Direktur Utama Restoran Manari – restoran theaterical
pertama dan terbesar di Jakarta – dengan pengalaman jasa boga sebelumnya. Dewi
Motik terpilih sebagai Ketua Umum IKABOGA periode 1990 – 1993. Dalam Festival
Istiqlal yang baru lalu, Dewi Motik termasuk salah seorang panitia perancang
dan pelaksananya. “Nafas Islam adalah nafas yang paling mendasar dalam memberi
pengaruh pada pembangunan di Indonesia,” katanya memberi alasan keterlibatannya
pada festival itu. Kegiatan bernafaskan Islam memang menjadi bagian kegiatan
yang digeluti Dewi Motik sehari-hari. Bahkan, ia juga termasuk pimpinan Yayasan
Motik – sebuah Yayasan yang mengelola Sekolah Al Rahman (TK dan SD Islam di Kuningan).
Tujuan Yayasan ini: Syariah Islam di bidang pendidikan bagi bangsa dan negara.
Dalam rangka meningkatkan pendidikan Remaja putri,
sekaligus mengembangkan sektor pariwisata dan dunia usaha lainnya. Dewi Motik
sejak 1981, mendirikan Yayasan Putri Ayu. Yayasan yang dipimpinnya ini, telah
menyelenggarakan 11 kali lomba putri ayu yang memperebutkan piala Ibu Tien
Suharto. Pemenang yang ke 11, tahun 1991 ini, adalah seorang mahasiswa sebuah
institut ternama di Jakarta. Tahun depan, kalau tidak ada halang melintang,
gadis keturunan Dayak itu – suku pedalaman Kalimantan – akan mengikuti Miss Universe di Bangkok.
Sambil menjalankan semua itu, ekspansi dibidang usaha,
sebagai praktisi wiraswasta, Dewi Motik terus melaju mencari peluang usaha,
mencari uang dan memperluas lapangan kerja. Tahun 1991, Dewi Motik bekerjasama
dengan Departemen Transmigrasi mengelola Agro Bisnis di Sumatera Selatan, asal
leluhurnya. Bisnis yang dibiayai oleh Bank Dunia ini, mengelola PIR dalam
bentuk yang diperbaharui seluas 5000 Ha. Dewi Motik terus berlari, mendidik,
mencari peluang bisnis, memberi peluang kerja bagi orang lain, buat
pengabdiannya bagi ibu pertiwi. Selamat buat BU DEWI. (Sumber; Let's Go)