Karya-karya besar Ciputra begitu beragam, karena
hampir semua subsektor properti dijamahnya. Ia kini mengendalikan 5 kelompok
usaha Jaya, Metropolitan, Pondok Indah, Bumi Serpong Damai, dan Ciputra
Development yang masing-masing memiliki bisnis inti di sektor properti. Proyek kota barunya kini
berjumlah 11 buah tersebar di Jabotabek, Surabaya ,
dan di Vietnam
dengan luas lahan mencakup 20.000 hektar lebih. Ke-11 kota baru itu adalah Bumi
Serpong Damai, Pantai Indah Kapuk, Puri Jaya, Citraraya Kota Nuansa Seni, Kota
Taman Bintaro Jaya, Pondok Indah, Citra Indah, Kota Taman Metropolitan,
CitraRaya Surabaya, Kota Baru Sidoarjo, dan Citra Westlake City di Hanoi,
Vietnam. Proyek-proyek properti komersialnya, juga sangat berkelas dan menjadi
trend setter di bidangnya. Lebih dari itu, proyek-proyeknya juga menjadi magnit
bagi pertumbuhan wilayah di sekitarnya.
Perjalanan bisnis Ciputra dirintis sejak masih
menjadi mahasiswa arsitektur Institut Teknologi Bandung. Bersama Ismail Sofyan
dan Budi Brasali, teman kuliahnya, sekitar tahun 1957 Ciputra mendirikan PT
Daya Cipta. Biro arsitek milik ketiga mahasiswa tersebut, sudah memperoleh
kontrak pekerjaan lumayan untuk masa itu, dibandingkan perusahaan sejenis
lainnya. Proyek yang mereka tangani antara lain gedung bertingkat sebuah
bank di Banda Aceh. Tahun 1960 Ciputra
lulus dari ITB. Ke Jakarta…Kita harus ke Jakarta ,
sebab di sana
banyak pekerjaan, ujarnya kepada Islamil Sofyan dan Budi Brasali. Keputusan ini menjadi tonggak sejarah yang menentukan jalan hidup Ciputra dan kedua rekannya itu.
Dengan bendera PT Perentjaja Djaja IPD, proyek bergengsi yang ditembak Ciputra
adalah pembangunan pusat berbelanjaan di kawasan senen. Dengan berbagai cara,
Ciputra adalah berusaha menemui Gubernur Jakarta ketika itu, Dr. R. Soemarno,
untuk menawarkan proposalnya. Gayung bersambut. Pertemuan dengan Soemarno
kemudian ditindak lanjuti dengan mendirikan PT Pembangunan Jaya, setelah
terlebih dahulu dirapatkan dengan Presiden Soekarno.
Setelah pusat
perbelanjaan Senen, proyek monumental Ciputra di Jaya selanjutnya adalah Taman
Impian Jaya Ancol dan Bintaro Jay. Melalui perusahaan yang 40% sahamnya
dimiliki Pemda DKI inilah Ciputra menunjukkan kelasnya sebagai entrepreuneur
sekaligus profesional yang handal dalam menghimpun sumber daya yang ada menjadi
kekuatan bisnis raksasa. Grup Jaya yang didirikan tahun 1961 dengan modal Rp.
10 juta, kini memiliki total aset sekitar Rp. 5 trilyun. Dengan didukung
kemampuan lobinya, Ciputra secara bertahap juga mengembangkan jaringan
perusahaannya di luar Jaya, yakni Grup Metropolitan, Grup Pondok Indah, Grup
Bumi Serpong Damai, dan yang terakhir adalah Grup Ciputra. Jumlah seluruh anak usaha
dari Kelima grup itu tentu di atas seratus, karena anak usaha Grup Jaya saja 47
dan anak usaha Grup Metropolitan mencapai 54. Mengenai hal ini, secara
berkelakar Ciputra mengatakan:
Kalau anak kita sepuluh,
kita masih bisa mengingat namanya masing-masing. Tapi kalau lebih dari itu,
bahkan jumlahnya pun susah diingat lagi. Fasilitas merupakan unsur ketiga dari
10 faktor yang menentukan kepuasan pelanggan. Konsumen harus dipuaskan dengan
pengadaan fasilitas umum dan fasilitas sosial selengkapnya. Tapi fasilitas itu
tidak harus dibangun sekaligus pada tahap awal pengembangan. Jika fasilitas
selengkapnya langsung dibangun, harga jual akan langsung tinggi. Ini tidak akan
memberikan keuntungan kepada para pembeli pertama, selain juga merupakan resiko
besar bagi pengembang. Ciputra memiliki saham di lima kelompok usaha (Grup
Jaya, Grup Metropolitan, Grup Pondoh Indah, Grup Bumi Serpong Damai, dan Grup
Ciputra). Dari Kelima kelompok usaha
itu, Ciputra tidak menutupi bahwa sebenarnya ia meletakkan loyalitasnya yang
pertama kepada Jaya. Pertama, karena ia hampir identik dengan Jaya. Dari
sinilah jaringan bisnis propertinya dimulai.
Sejak perusahaan itu
dibentuk tahun 1961, Ciputra duduk dalam jajaran direksinya selama 35 tahun: 3
tahun pertama sebagai direktur dan 32 tahun sebagai direktur utama, hingga ia
mengundurkan diri pada tahun 1996 lalu dan menjadi komisaris aktif. Kedua,
adalah kenyataan bahwa setelah Pemda DKI, Ciputra adalah pemegang saham
terbesar di Jaya. PT Metropolitan Development adalah perusahaannya yang ia
bentuk tahun 1970 bersama Ismail Sofyan, Budi Brasali, dan beberapa mitra
lainnya. Kelompok usaha Ciputra ketiga adalah Grup Pondok Indah (PT
Metropolitan Kencana) yang merupakan usaha patungan antara PT Metropolitan
Development dan PT Waringin Kencana milik Sudwikatmono dan Sudono Salim. Grup
ini antara lain mengembangkan Perumahan Pondok Indah dan Pantai Indah Kapuk.
Kelompok usaha yang keempat adalah PT Bumi Serpong Damai, yang didirikan awal
tahun 1980-an.
Perusahaan ini merupakan
konsorsium 10 pengusaha terkemuka – antara lain Sudono Salim, Eka Tjipta
Widjaya, Sudwikatmono, Ciputra dan Grup Jaya – yang mengembangkan proyek Kota
Mandiri Bumi Serpong Damai seluas 6.000 hektar, proyek jalan tol BSD – Bintaro
Pondok Indah, dan lapangan golf Damai Indah Golf. Grup Ciputra adalah kelompok
usahanya yang Kelima. Grup usaha ini berawal dari PT Citra Habitat Indonesia,
yang pada awal tahun 1990 diakui sisi seluruh sahamnya dan namanya diubah
menjadi Ciputra Development (CD). Ciputra menjadi dirutnya dan keenam jajaran
direksinya diisi oleh anak dan menantu Ciputra. Pertumbuhan Ciputra Development
belakangan terasa menonjol dibandingkan keempat kelompok usaha Ciputra lainnya.
Dengan usia paling muda, CD justru yang pertama
go public di pasar modal pada Maret 1994. Baru beberapa bulan kemudian Jaya
Real properti menyusul. Total aktiva CD pada Desember 1996 lalu berkisar Rp.
2,85 triliun, dengan laba pada tahun yang sama mencapai Rp. 131,44 miliar. CD
kini memiliki 4 proyek skala luas:
Perumahan
Citra 455 Ha, Citraraya Kota Nuansa Seni di Tangerang seluas 1.000 Ha,
Citraraya Surabaya 1.000 Ha, dan Citra Indah Jonggol. 1.000 Ha. Belum lagi
proyek-proyek hotel dan mal yang dikembangkannya, seperti Hotel dan Mal
Ciputra, serta super blok seluas 14,5 hektar di Kuningan Jakarta . Grup Ciputra juga mengembangkan Citra Westlake
City seluas 400 hektar di
Ho Chi Minh City , Vietnam . Pembangunannya
diproyeksikan selama 30 tahun dengan total investasi US$2,5 miliar. Selain itu,
CD juga menerjuni bisnis keuangan melalui Bank Ciputra, dan bisnis broker
melalui waralaba Century 21. Sejak beberapa tahun lalu, Ciputra menyatakan
Kelima grup usahanya – terutama untuk proyek-proyek propertinya – ke dalam
sebuah aliansi pemasaran. Aliansi
itu semula diberi nama Sang Pelopor, tapi kini telah diubah menjadi si
Pengembang. “Nama Sang Pelopor terkesan arogan dan berorientasi kepada
kepentingan sendiri,” ujar Ciputra tentang perubahan nama itu. (Sumber; Let's Go)