Aristoteles Onassis dilahirkan pada tanggal 20 Januari 1906 di Simyrna, sebuah kota Yunani yang makmur di pantai Barat Turki. Di antara kesepuluh orang kaya kita, Aristotle Onassis memiliki kekayaan luar biasa, yang dihitung dalam miliaran, bukannya jutaan. Kemasyhuran namanya masih ditambah lagi dengan hubungannya yang penuh gejolak dengan Maria Callas, penyanyi opera yang terkenal, dan kemudian dengan Jacquiline Bouvier Kennedy. Dan seperti lazimnya, berbagai kisah yang dilebih-lebihkan atau setengah dongeng telah beredar, mengenai dia, terutama mengenai asal-usulnya yang sederhana. Konon, ia lahir dari sebuah keluarga miskin, yang hidupnya selalu kekurangan.
Konon, ayahnya adalah
penjaja dagangan buatan sendiri dari pintu ke pintu, dan ibunya pembantu rumah
tangga. Onassis tidak pernah mencoba meluruskan pendapat orang banyak tentang
masa lalunya, sekurang-kurangnya dimuka umum, karena kisah-kisah seperti itu
biasanya malah menambah cemerlang aura misteri yang mengelilingi dirinya. Ia selalu
menyadari pentingnya citra diri seseorang dalam meraih sukses, suatu hal yang
akan kita bicarakan lagi nanti.
Dalam kenyataan, ayah
Onassis adalah seorang pedagang grosir yang berkecukupan dan mempunyai nama
sebab ia juga menjabat presiden sebuah bank dan rumah sakit setempat. Namun
Onassis bukan ahli waris kekayaan ayahnya, dan ia menjadi kaya karena kekayaan
keluarganya. Seperti yang akan kita lihat, ia pergi ke Amerika Serikat ketika
terjadi pertikaian keluarga selagi ia berumur 17 tahun. Ia membawa bekal $450
dalam sakunya, itu pun hanya $250 adalah uang dari keluarganya.
Ayahnya dengan enggan memberikan uang sebanyak itu yang
baru diberikan pada saat akan terpisah, sebab ia tidak setuju dengan
kepergiannya. Ayah dan anak memang tidak pernah akrab, suatu hal yang aneh di
antara keluarga Yunani di tanah air. Ayah Onassis yang dibesarkan pada sebuah
pertanian dengan susah payah mengumpulkan kekayaan.
Wataknya sangat disiplin dan keras. Walaupun selalu sadar
akan rasa tanggung-jawab, ia bukanlah seorang yang dapat disebut hangat dan
menarik.
Segera
Onassis memberontak terhadap setiap bentuk disiplin. Sejak anak sampai remaja
ia banyak menimbulkan keributan dan geger, duri di mata ayahnya. Hubungan
mereka bertambah rumit lagi karena suatu kenyataan lain. Ibunya, Penelope,
meninggal ketika Onassis baru berumur enam tahun. Hanya 18 bulan sesudah itu
ayahnya menikah lagi dengan seorang wanita bernama Helen. Onassis memandang ibu
tirinya sebagai orang lain yang menyelundup, dan karenanya wanita ini tidak mendapat
tempat sedikit pun di hatinya.
Di
sekolah, ia bodoh dan suka mencari perkara, mengikuti contoh banyak orang kaya.
Tidak aneh kalau ia diusir dari beberapa sekolah. Ia paling sering menduduki
ranking terbawah di kelasnya. Salah
seorang gurunya berkata:
Teman-teman sekelas memuja dia, tetapi gara guru dan
keluarganya berputus asa. Selagi ia masih muda, dengan mudah orang dapat
melihat bahwa dia akan menjadi seorang di antara mereka yang akan menghancurkan
diri sama sekali atau sukses secara gilang-gemilang.
Walaupun raport Ari di sekolah jauh dari bagus, bakatnya
untuk berdagang dan mencari uang telah tampak sejak dini. Mungkin anekdot
berikut dapat menerangkan. Salah seorang temannya yang telah merancang sebuah
kitiran kecil, sebuah mainan sederhana yang terdiri atas baling-baling kertas
berpasak jarum yang ditancapkan pada sepotong kayu. Bangga atas prestasinya, anak itu dengan berani
membuat beberapa buah dan mencoba menjualnya.
“Mau kau jual berapa kitiranmu ini?” tanya Onassis.
“Eh…saya tidak tahu. Bagaimana kalau seharga jarum .“Dasar bodoh!” bentak Onasiss. “Kau minta satu jarum
sedang yang kau jual satu jarum, tambah baling-baling, tambah kayu, belum lagi
kau hitung waktu yang kau perlukan untuk membuatnya.”
Teman Onassis mengambil
kesimpulan: “Inilah pelajaran saya yang pertama tentang arti keuntungan.” Pada
waktu itu tidak terpikir olehnya bahwa ia sedang mendengarkan pelajaran dari
seorang jago uang masa mendatang. Sebuah kisah lain menggambarkan bakat bisnis
Onasis pada masa mudanya. Pada suatu hari, suatu kebakaran terjadi di gudang
sekolah di kota tempat kelahirannya. Onasiss membeli seonggok pinsil bekas
kebakaran itu dengan harga murah. Ia menanamkan sedikit modal dengan membeli
dua ala peruncing pinsil. Ia, berdua dengan
temannya, mulai membersihkan bagian-bagian pinsil yang hangus.
Kemudian ia menjual pinsil-pinsil itu kembali
kepada teman-teman di sekolah dengan harga sangat murah, namun tetap memberikan
untung cukup besar. Mungkin contoh ini biasa-biasa saja, tetapi justru
pekerjaan seperti inilah kelak bisnis besar Onassis. Ia memperbaiki kapal-kapal
laut yang rusak dan membuatnya layak melaut, dan menjualnya dengan harga yang
jauh lebih tinggi, tentu saja.
Di
sekolah, waktu berjalan terus, tetapi Onassis tidak bertambah maju. Tahun 1922
mulai tidak menyenangkan. Banyak teman sekelasnya pergi untuk menuntut ilmu di
universitas-universitas besar di Eropa. Tetapi Onassis sendiri tidak lulus. Masa depan tampak suram baginya.
Beberapa hari setelah upacara penyerahan ijazah, salah seorang temannya melihat
Onassis berjalan tanpa tujuan di taman kota. Ia mencoba menghibur hati Onassis.
“Jangan khawatir, Aristotle, kau lihat nanti, semua akan
beres. Kau coba sekali lagi tahun depan. Kau pasti lulus. “Goblok,” jawab
Onassis. “Kau kira saya akan tinggal saja selamanya di sini? Dunia ini sempit.
Saya tidak perlu ijazah. Pada suatu hari kau akan heran akan apa yang saya
lakukan.” Waktu membuktikan bahwa omongan Onasis bukanlah lelucon belaka.
Pada tahun 1922, invasi
Turki menimbulkan bayangan gelap pada masa remaja Onassis yang penuh gejolak.
Smyrnba diduduki dan warga kota dibabat habis tanpa belas kasih. Ayah Onassis,
seorang tokoh yang terkenal luas, dipenjarakan dan Ari menjadi kepala rumah
tangga pada usia 16 tahun. Ini masa yang sulit baginya. Dan pada masa ini ia
menerapkan kehebatannya sebagai diplomat dan kemampuannya untuk bertahan dalam
keadaan apa pun.
Masa yang sulit ini
justru merupakan pengalaman yang tepat untuk membentuk wataknya. Sesudah
malapetaka Smyrna berlalu, Ari adalah Ari yang lain dari sebelumnya. Segala
sesuatu yang dialaminya tidak pernah hilang dari ingatannya; kenangan-kenangan
itu disertai suatu kesadaran akan kemampuannya untuk bertahan. Ia telah
mempertaruhkan diri dan menang. Dewi fortuna memihak
pada kaum yang berani dan ia pusatkan visinya tentang dunia atas pengetahuan
tersebut.
Onasis yang memetik manfaat dari pendudukan Turki untuk
berbisnis. Ia menyelundupkan minuman keras ke Tentara Turki, dengan maksud
merebut hati para jenderal agar mau membebaskan ayahnya, yang bagaimana pun
harus meringkuk dalam penjara selama setahun.
Sukses Onassis sangat
tergantung pada daya tarik pribadi dan kemampuannya mengadakan hubungan dengan
umum. Beberapa orang sebayanya menyebut dia si bunglon. Memang ia pandai sekali
menyesuaikan diri dengan semua orang yang dijumpainya. Pada umumnya, kalau kita
membuat apa-apa menjadi mudah bagi orang lain, mereka akan bersimpati kepada
kita, demikian pendapat Onassis.Pernah Onassis mengaku kepada Winston Churchill
salah seorang kenalannya yang berjabatan tinggi, yang pada waktu itu sedang
menjadi tamu di atas, kapalnya Christina, mengenai teori pribadinya tentang
“keharusan sejarah” yang tercipta pada masa sulit.
Pengalamannya telah
mengajar dia bahwa bila alam memberikan suasana yang cocok dan makanan
berlimpah, ia tidak mempunyai banyak energi dan kurang berinisiatif.
Sebaliknya, orang yang
didesak-desak “minggu” dan harus berjuang keras untuk tetap bertahan, dalam
keadaan sulit akan lebih mungkin mampu menyesuaikan diri dengan segala keadaan.
Dengan demikian ia akan
tetap berhasil selagi orang lain mati karena adanya rancangan untuk bertahan.
Demikianlah, menurut Onassis, kesulitan dan kemelaratan sering kali mendorong
orang untuk menemukan sumber dayanya sendiri, yang tak diduga adanya sebelumnya,
dan dengan demikian membuat dia maju dengan mendobrak hambatan dan keterbatasan
pribadinya.
Kisah hidup Onassis
adalah sebuah gambaran yang baik sekali tentang prinsip tersebut. Socrates,
ayah Onassis, tidak mau mengakui jasa anaknya dalam peranan yang dimainkannya
selama masa pendudukan, dan tidak membiarkan dia meneruskan peranannya sebagai
penanggung jawab keluarga. Onassis sangat sakit sekali karena perlakuan ayahnya
ini dan, menurut pengakuannya, sampai berbulan-bulan sesudah itu sering kali
dilanda rasa marah yang tanpa daya. Sikap ayahnya tak berterima kasih dan
berkesan disingkirkan dari keluarganya memotivasi keputusannya untuk mencoba
keberuntungannya di Amerika Selatan.
Mula-mula, tentu saja ia
berpikir untuk pergi ke Amerika Serikat, tetapi mendapatkan visa tidaklah
mudah. Onassis mengalihkan perhatiannya ke Argentina: ia mendengar berita bahwa
banyak orang Yunani sudah menjadi kaya di sana.
Onassis mendarat di Buenos Aires pada tanggal 21
September 1923. Bawaannya sebuah koper tua dan uang sebanyak $450. Tetapi di
dalam dirinya ia membawa bekal yang lebih berharga: tekad keras untuk
membuktikan kepada ayahnya bahwa ia mampu menjadi kaya tanpa bantuan ayahnya.
Rasa percaya diri ini akan dibawanya sepanjang hayatnya.
Tanpa diploma, tanpa
pekerjaan, uang dan koneksi orang berpengaruh, Onassis terpaksa mulai dengan
melakukan aneka pekerjaan kasar. Ia menjadi kenek tukang batu, kuli pengangkut
bata pada suatu proyek pembangunan, tukang cuci piring di restoran, dan
akhirnya menjadi magang instalator listrik di River Plate United Telepchone Co.
Bagi seseorang dengan ego yang sehat seperti dia, ini bukan prestasi yang
pantas.
Beberapa bulan sesudah memulai pekerjaan ini, Onassis
minta dipindah ke giliran malam, dengan dalih bahwa ia harus mengerjakan beberapa
hal di siang hari. Dengan ambisinya yang besar, Onassis tidak berniat
menghabiskan banyak waktu untuk belajar menyolder kabel.
Pada masa itu, tembakau Yunani terkenal baik, bahkan
diklasifikasikan di antara tembakau-tembakau paling enak oleh para ahli. Namun, karena masalah pengimporan dan penyediaan, barang
ini menjadi sukar didapat. Onassis menulis kepada ayahnya minta kiriman.
Socrates setuju dan mengapalkan kiriman pertama sebagai sampel. Mula-mula
hasilnya tidak menggembirakan. Onassis membawa sampelnya ke beberapa pabrik,
dan minta agar ia dihubungi.
Beberapa minggu berlalu
tanpa berita. Kini Onassis mengerti bahwa seharusnya tidak membuang-buang waktu
dengan mendatangi pabrik-pabrik kecil, tetapi harus datang ke yang besar
sekalian. Untuk itu ia harus menemui Juan Gaona, kepada salah satu firma
tembakau terbesar di Argentina. Selama 15 hari berturut-turut, Onassis tampak
bersandar pada dinding gedung Gaona, untuk mengamati datang dan perginya bos
itu.
Akhirnya Gaona merasa
tergoda juga oleh perilaku orang muda ini, dan ia mengundang Onassis ke
kantornya. Onassis menyampaikan tawarannya dengan sebaik-baiknya.
Gaona rupanya terkesan
dan Onassis disuruh menghadap manajer persediaannya. Dengan memanfaatkan nama
Gaona, Onassis berhasil membujuk orang itu untuk meneken kontrak pembelian
tembakau seharga $10.000 dengan komisi biasa sebesar lima persen. Kelak,
Onassis sering menyatakan bahwa uang komisinya yang sebesar $500 itu merupakan
batu sendi kekayaannya besar.
Ia tidak menggunakan
uang itu untuk apa-apa, tetapi menabungnya di bank untuk jaga-jaga, ibarat sedia payung sebelum hujan.
Dengan sikapnya yang hemat dan bijak, Onassis mencukupi hidupnya dengan hasil
yang diperolehnya di perusahaan telepon, dan semua uang yang tersisa
disimpannya, sehingga ia dapat terjun ke dunia bisnis tanpa meminjam uang
kepada siapa pun.
Onassis kadang-kadang
terpaksa berutang sementara menunggu pembayaran dari pelanggan. Tetapi ia
jarang meminjam lebih dari $3.000 dan selalu melunasinya secepat mungkin.
Kelak, tentu saja, setelah menemukan gunanya uang Orang Lain (UOL), suatu hal
yang akan kita bicarakan nanti, Onassis akan meneken kontrak pinjaman sampai
sebesar beberapa juta dolar, dengan jadwal pengembalian sesudah beberapa tahun.
Tetapi, adalah satu prinsip utama bila orang memulai suatu bisnis adalah
mengembalikan utang secepat mungkin. Onassis membangun
kepercayaan beberapa bank kepadanya: suatu hal yang akan sangat dia butuhkan
pada tahun-tahun mendatang.
Setelah bekerja pada giliran malam selama setahun,
Onassis minta keluar dari United Telephone, dengan menyatakan bahwa ada suatu
gagasan yang akan diikutinya. Impian barunya ialah membuat pabrik rokok. Untuk
itu ia mempunyai modal $25.000 hasil tabungannya dengan tambahan pinjaman dari
bank sebanyak itu pula. Kepercayaan bank sudah mulai tampak manfaatnya. Ia
mempekerjakan 30 orang imigran Yunani. Usahanya dengan cepat bertambah besar
tetapi tidak memberikan keuntungan yang diharapkanya. Segera Onassis menutup
usahanya. Wirausahanya yang pertama gagal. Onassis tidak kehilangan semangat.
Bahkan sebaliknya. Ia bertambah gigih. Sementara itu bisnis import tembakaunya
masih tetap berjalan dengan keuntungan lumayan.
Selama musim panas tahun 1929, pemerintah Yunani
menaikkan pajak dalam beberapa bidang, termasuk untuk tembakau. Onassis
memutuskan untuk menggunakan kesempatan ini untuk kembali ke Yunani untuk
mencoba mendekati pihak yang berwenang. Mula-mula Menteri yang bersedia
menerima dia memperhatikan kukunya sendiri daripada mendengarkan permintaan
pedagang muda itu. Akhirnya ia potong kata-kata Onassis dan tiba-tiba saja
ingin menghentikan pembicaraan itu.
Onasis sangat. Ia menjawab:
Terima kasih. Kalau kita kapan-kapan bertemu lagi, saya
harap Anda lebih tertarik akan tawaran saya. Saya pikir Anda mempunyai banyak
pekerjaan, tetapi tampaknya kuku-kuku jari Anda sudah cukup menyibukkan. Tangan
Anda rupanya lebih penting daripada ekspor negeri kita. Kata-kata onassis ternyata mengena. Sang Menteri tampak
terkesan, dan ia mulai berbicara secara serius dengan Onassis. Sesudah itu,
negosiasi antara Yunani dan Argentina di buka kembali.
Akhir tahun 1922 menandai suatu keputusan besar bagi
kehidupan Onassis. Kegagalan pertamanya sebagai pemilik kapal tidak membuat ia
mundur untuk tetap menanamkan uang dalam sektor itu. Ia sudah gandrung akan
perkapalan. Ia tergerak oleh keyakinan batin bahwa kapal sajalah yang akan
membawa dia ke jenjang sukses. Maka, dikumpulkannya semua uang miliknya, yang
waktu itu sudah lumayan, lalu berangkat ke London. Ia baru berusia 26 tahun. Ia
telah dikenal karena reputasinya sebagai seorang usahawan yang berani, apalagi
setelah penunjukannya sebagai Konsul Jenderal Yunani di Buenos Aires. Namun
fungsi diplomatik ini tidaklah menyita banyak waktunya.
Pasar, yang menderita berat akibat jatuhnya pasar modal
Wall Street tahun 1929, memberikan kesempatan baik bagi para penanam modal.
Kapal-kapal menjadi murah, jauh di bawah harga semula. Langkah paling baik
adalah membeli kapal-kapal berusia 10 tahunan. Kapal sebesar sembilan ton yang
semula harganya $1.000.000, kini hanya laku dijual $20.000, kira-kira seharga
sebuah Rolls-Royce. Apa yang dilakukan Onassis selagi masih kanak-kanak kini
akan terulang, tetapi barang bekasnya adalah kapal.
Walaupun kini bisnisnya di London. Onassis
membeli kapal pertamanya, dua buah kapal tua masing-masing seharga $20.000, di
Montreal. Kedua kapal yang bernama Miller
dan Spinner, diganti namanya menjadi Onassis Socrates dan Onassis Penelope, sebagai tanda
penghormatan kepada kedua orang tuanya. Untuk mendapatkan untung dalam bisnis
perkapalan, pentinglah memperhatikan turun naiknya biaya muatan dan membuat
keputusan yang tepat. Onassis mampu dalam hal ini.
Lebih
dari itu, ia seorang optimis yang tak pernah mundur. Dengan sifat
petualang dan keberaniannya, ia segera
menonjol di antara pemilik-pemilik kapal Yunani lain yang berpangkalan di London , karena tidak
seperti mereka, ia tidak mempunyai pemikiran tentang krisis ekonomi. Mereka, ia
tidak takut menanamkan uangnya.
Kegesitan
dan diplomasi bawaannya dengan cepat mengantar dia ke kalangan masyarakat kelas
tinggi. Tidak boleh dilupakan, salah satu pelicin jalan dalam kenaikannya ke
kelas elit adalah hubungan dengan salah satu wanita simpanannya yang pertama,
si cantik dari Norwegia Ingeborg Dedichen, putri seorang pemilik kapal yang
terkenal.
Sifat lain yang memudahkan jalan Onassis adalah
kemampuannya mendengarkan orang. Memang, keluwesan dan kefasihan bicara
memainkan peranan penting dalam membujuk orang dan mendesak orang agar menerima
gagasan kita serta kita sendiri. Tetapi tidak banyaklah orang yang tahu benar
cara mendengarkan orang lain. Kebanyakan orang kaya dalam buku ini telah
belajar keahlian tersebut, sehingga mereka tidak hanya selalu mengerti apa yang
diketahui oleh lawan bicaranya, tetapi juga menyesuaikan diri dengan mereka.
Demikianlah, agar mampu mempengaruhi orang dan mendapat jaminan bahwa mereka
akan menolong dalam perjalanan menuju sukses, orang harus mulai dengan
mengetahui siapakah orang yang dihadapinya. Onassis adalah seorang pakar dalam
keahlian mendengarkan. Lord Moran, yang menulis buku The Great Onassis, mungkin karena dia sendiri tidak menggunakan
keahlian ini, tidk menyebut-nyebut kemampuan Onassis untuk mendengarkan orang
lain. Padahal semua orang yang pernah berhubungan dengan Onassis terkesan oleh
kelebihan ini. Bila mereka berhadapan dengan Onassis, ia memberikan kesan bahwa
mereka adalah manusia paling penting di
dunia.
Karena kemampuan ini, Onassis sebenarnya bisa menjadi
ahli politik yang baik. Bakat ini dimanfaatkan benar oleh Onassis, seperti
disaksikan oleh si cantik dari Norwegia dalam buku catatannya:
Lelaki muda penuh pesona yang dapat menyesuaikan diri
dengan segala keadaan ini meniru orang yang menjadi lawan bicaranya dengan
begitu sempurna. Ada sementara orang yang menafsirkan kemahiran ini sebagai
kecerdikan, orang lain menyebutnya sebagai kemunafikan dan menganggapnya
kepandaian membunglon belaka. Tetapi saya percaya kepandaian mendengarkan
adalah suatu cara khusus memberikan perhatian tulus kepada orang lain dan
seluruh dunia. Kebetulan, selama hidupnya Onassis mempunyai rasa haus yang tak
terpuaskan akan pengetahuan di samping daya ingatnya yang kuat. Ia mempunyai
daya konsentrasi yang telah sangat berkembang.
Kemampuan mendengarkan orang lain adalah salah satu ciri
khas yang vital bagi setiap salesman yang baik. Itulah sebabnya Onassis adalah
seorang salesman yang luar biasa. Walter Saunders, yang jelas bukan seorang
yang naif karena dia adalah penasihat pajak bagi metropolitan Life,
menggambarkan kesannya tentang pemilik kapal Yunani ini:
Ada perasaan pada diri saya bahwa orang yang penuh
semangat ini mampu menjual alat pendingin kepada orang Eskimo. Tetapi saya pun
berperan bahwa setiap detail sudah dipersiapkan secara tuntas sebelumnya.
Kebanyakan orang yang bertemu dengan Onassis merasakan pengaruh daya
persuasifnya dan merasa bahwa Onassis tidak berimprovisasi dalam
langkah-langkahnya, tetapi sudah mengetahui segala sesuatu dalam berkas
catatannya sampai ke detail-detailnya.
Pada penghujung tahun
1947, Onassis melewati ambang lain dalam kariernya yang gemilang. Untuk pertama
kali dalam hidupnya ia akan mulai secara sistematis menerapkan prinsip yang
dikenal sebagai OPM (Other People’s Money, Uang Orang Lain UOL), dengan
meminjam kepada Metropolitan Life Insurance Company sebesar $40 juta untuk
membangun kapal-kapal baru. Sebagai siasat ia menggunakan sebuah perusahaan
minyak sebagai mitra. Onassis akan mengangkut minyak mereka dan kontraknya akan
tetap berlaku sampai habisnya batas waktu utang. Karena perusahaan minyak pada
waktu itu sangat terandalkan, meminjam atas nama perusahaan itu sangat mudah.
Dalam arti tertentu,
badan keuangan meminjamkan uang kepada perusahaan minyak, bukan kepada Onassis.
Onassis sering mengingat masa itu dengan berbangga diri. Dikatakannya bahwa
perusahaan minyak yang kaya itu dalam hubungan dengan kapal-kapal Onassis
adalah ibarat seorang penyewa dengan rumah yang dihuninya dengan membayar uang
sewa. Kalau yang menyewa adalah Rockefeller, tidak menjadi soal apakah atapnya
bocor atau bergenting emas. Kalau Rockefeller menyanggupi membayar uang
sewanya, siapa saja bersedia memberikan pinjaman untuk mengurusi rumah itu.
Keadaan itu berlaku pula untuk kapal-kapal Onasssis.
Prinsip ini sekarang lumrah sekali. Prinsip
inilah dasar segala investasi pembangunan real-estate. Bila seorang meminjam
uang untuk suatu bangunan bisnis, bank sebenarnya meminjamkan uangnya kepada
penyewa bangunan itu. Merekalah yang akan mengembalikan uangnya, terkecuali
bangunan itu milik seorang penanam modal. Prinsip ini pada zaman Onassis
tergolong revolusioner, dan keorisinal gagasan Onassis patut dipuji karena
sebagian besar pemilik kapal Yunnai pada waktu itu berpegang pada prinsip: Mau
dapat kapal, bayar uang kontan.
Walaupun
ia seorang inovator sejauh ia tidak menggunakan metode-metode para pesaingnya,
ia bukanlah penemu OPM, walaupun mungkin ia menyatakan begitu. Konsep ini lahir
dari otak Daniel Ludwig, seorang usahawan Amerika yang kaya. Dia telah mulai
menanamkan uang dalam kapal armadanya bahkan jauh lebih unggul daripada milik
Onassis dan kemudian beralih ke usaha real
estate. Sudah sejak tahun 1930-an Ludwig mengembangkan apa yang kelak
menjadi praktek biasa di mana-mana. Gagasan itu muncul dalam benaknya setelah
sebuah Bank menolak permintaannya untuk meminjam uang yang akan digunakannya
untuk membeli kapal dan merombaknya menjadi kapal tangki. Onassis meninggal
pada tanggal 15 Maret 1975, tapi dalam menjelang akhir hayatnya ia minta kepada
salah satu akuntannya apakah ia dapat mengatakan besarnya keuntungan yang
dimilikinya secara cepat dengan pembulatan ke angka sepuluh dolar. (Sumber; Let's Go)